0

Sabtu kemarin, 28 April 2018.

Langit masih lumayan gelap pagi itu, Seorang bapak yang cukup sepuh datang dan menemui saya yang kebetulan sudah bangun (Hehe). Beliau minta diantar ke kantor yayasan untuk konsultasi tentang pendaftaran pondok. Langsung saja saya antar, namun di waktu sepagi itu, kantor tentu saja masih tutup.

Akhirnya saya ajak berbincang sebentar. Beliau mengaku berasal dari Cirebon, datang ke Kudus untuk memondokkan putrinya di pesantren sini. Kalau masih bisa ya di pondok baru di puncak Muria sana, dan kalau pendaftaran sudah tutup, penginnya  biar di pondok pusat saja.

"Saya sampai di Kudus tadi malam jam 9, lalu istirahat di Menara. Ba'da subuh tadi saya lalu bertanya pada orang-orang, pondoknya di mana? Ya akhirnya sampailah disini ini". Dengan semangat beliau bercerita.

Sebagai seorang yang sudah cukup sepuh saya salut dengan niatnya yang jauh-jauh dari Cirebon sampai ke Kudus naik bis sendirian hanya untuk kelangsungan pendidikan putrinya. Pertanyaan sama kepada setiap orang yang ingin mendaftar di sini saya lontarkan, "jenengan tahu dari mana pak tentang pondok sini, kok sampai di bela-belain jauh-jauh sampai ke sini".

Jadi ceritanya, putrinya baru lulus MI di desanya sana, dan menurut Guru-gurunya sang putri tadi punya kemampuan dan minat kuat dalam menghafal Al-Qur'an. Akhirnya disarankanlah oleh sang guru untuk belajar Al-Qur'an ke Kudus saja.
Lalu dimintalah pendapat anaknya tadi, mau tidak kalau mondok di Kudus, dan bahkan tanpa melanjutkan sekolah formal? Ternyata, lah kalau memang sudah niat, akhirnya dengan senang hati ia mengiyakan.

"Apa tidak lebih baik sekolah formal dulu saja pak, paling tidak MTs/MA dulu baru ke sini?" tanya saya meminta kepastian. "Ya, kalau anak saya sih tidak apa-apa mas. Lah dia yang sudah pengin sendiri kok" jawab beliau. "oh ya kalau begitu, di sini juga ada ujian kesetaraan kok pak bagi santri yg ingin. Jadinya nanti bisa punya ijazah setara MTs/MA." jawab saya.

Lebih jauh, beliau bertanya tentang penerimaan santri baru nanti. "Pendaftar biasanya dibatasi sekitar 200 saja pak, jadi jenengan besok langsung daftar hari pertama saja agar tidak kehabisan kuota." 

Lalu wajah beliau sedikit takut dan bimbang saat saya menjawab pertanyaan berapa santri yang akan diterima dengan jawaban "sekitar 40an saja pak." dengan argumen efektivitas pembelajaran tahsin selama satu tahun.

Namun di akhir-akhir pembicaraan, saya mencoba meyakinkan beliau untuk optimis dengan niat yang kuat & lillahita'ala, agar nanti bisa mendaftarkan anaknya, dan bisa diterima.

Saya kadang bingung, ada banyak orang yang bahkan belum pernah menginjakkan kakinya ke Kudus, tapi dengan mantapnya mereka ingin mempercayakan putra-putrinya ngaji di sini. Keadaan di sini sepi, sangat jarang terekspos, dan mengekspos diri, namun mungkin memang kehendak Allah yang ingin memberi tahu warga Indonesia dengan segala cara-Nya untuk berbondong-bondong 'ngaji' di tanah subur warisan keilmuan Mbah Sunan Kudus ini. (Wallahu A'lam)

Posting Komentar Blogger

 
Top