Selasa, 5 syawal 1439 H.
Saya masih ingat sebuah ungkapan yang disampaikan oleh salah satu guru saya yang sayang sekali saya lupa yang mana beliau. "Usahakanlah setiap hari dapat melihat wajah gurumu". Baik, ini adalah ungkapan sederhana yang sangat mungkin bisa dilaksanakan oleh para murid di sekolah dan para santri di pondok pesantren.
Lebaran hari ke 5. Hari beranjak menuju siang saat keramaian suasana open house keluarga Yanbu'ul Qur'an Kudus. Para tamu putra dan putri dipisah dengan fokus utama di aula yang dikhususkan untuk tamu putra.
Di tengah ramah tamah yang disampaikan romo kyai, ada seorang ibu paruh baya yang usianya saya kira sekitar 60 tahun berdiri di daun pintu utama aula. Ada inisiatif dari salah seorang teman kami untuk menanyai dan mempersilakan beliau menempati tempat tamu putri. Namun jawaban beliau, (dengan wajah penuh kebahagiaan) "saya cuma pengin melihat langsung wajah pak kyai, biar saya disini saja".
Manusiawi juga, dan kami mempersilakan saja beliau disitu dengan menawarkan tempat duduk, namun tetap bersikeras berdiri dengan sorotan mata mencari keberadaan sang guru di depan sana.
Wajah berseri itu masih saya amati dan tak berkurang sedikitpun saat do'a selesai di lantunkan. Ia seolah menemukan oase menyegarkan di tengah perjalanan melelahkan dari tempat ia tinggal. Meski tak dapat bertemu langsung, bahkan mushofahah, namun dengan melihat sang guru, saya rasa itu adalah sebuah kebahagiaan luar biasa baginya.
Kalau saya mau menebak, sepertinya beliau ada salah satu murid thoriqoh di sini. Lingkungan rabithoh sebuah thoriqoh memang sebuah lingkungan kekeluargaan yang sangat kuat antara guru dan murid. Mereka layaknya dalam posisi sebagai ayah; yang mengayomi dan menunjukkan jalan menuju Allah secara benar, dan seorang anak; yang merasa sangat butuh kasih sayang dan arahan dari sang guru.
Menyaksikan hal di atas, aku merasa ditelanjangi. Aku di sini diberi kesempatan luar biasa dapat melakukan setoran kepada beliau" setiap paginya, dapat melihat langsung wajah beliau setiap paginya, dapat berkomunikasi langsung melalui perantara Al-Qur'an setiap paginya, bahkan diberi kesempatan mushofahah langsung setiap paginya.
Namun, sudah berapa pagi yang kulewatkan begitu saja? Kemana saja aku setiap pagi? Mengapa kesempatan emas itu ku sia-siakan? Atau memang aku yang tak bisa bersyukur atas nikmat luar biasa ini?
Astagfirullahal'adhim.
(Muhammad Ainun Na'im)
#RefleksiLadenNdalem
#RefleksiLadenNdalem
Posting Komentar Blogger Facebook